Jumat, 12 Maret 2021

Ujian

 


Kita ketika akan menjalankan suatu ibadah pasti memperhatikan syarat ibadah tersebut sudah terpenuhi atau belum. Misalkan saat kita akan sholat, kita pasti berwudhu terlebih dahulu. Saat kita akan zakat mal pasti kita menghitung dulu harta kita sudah mencapai syarat (nisob) atau belum. Syarat begitu penting dalam menjalankan ibadah, jika syaratnya tidak terpenuhi, ibadahnya pun tidak akan terpenuhi juga. Maka disamping mempersiapkan diri untuk menjalankan ibadah, kita juga perlu untuk memperhatikan  terpenuhi atau tidak syarat ibadahnya. Sehingga saat kita telah memenuhi syarat yang ditentukan, disitulah kita baru merasakan nikmatnya ibadah.

 Jika kita perhatikan, konsep logika syarat ini juga dipakai dalam konteks keseharian kita. Ketika kita kecil apabila datang ke suatu wahana bermain, kita akan menjumpai tidak semua wahana boleh kita naiki. Biasanya di wahana tertentu ada syarat yang harus dipenuhi dulu bisa berupa tinggi badan, berat badan, melepas baju dsb. Saat sekolah diharuskan untuk mengerjakan ujian sebagai syarat agar dapat naik kelas. Begitu menginspirasinya Islam sehingga syariatnya dicontoh dan diaplikasikan dalam konteks yang berbeda-beda.

Dari sekian lama kita hidup di dunia, mau tidak mau kita pasti dihadapkan dengan persoalan-persoalan hidup yang datang silih berganti. Kadangkala persoalan hidup itu terasa ringan tapi kadang juga terasa berat. Jika kita beranggapan persoalan itu sebagai beban, maka yang keluar dari diri kita adalah kebencian dan ketidak adilan. Namun, jika kita pahami persoalan itu sebagai syarat agar kita bisa “naik kelas”  seberat apapun persoalan yang kita jalani yang keluar dari diri kita adalah kasih sayang dan harapan. Kok bisa? Orang yang logikanya tertata untuk melihat persoalan hidup sebagai “syarat” akan mempunyai pemahaman untuk mendapatkan derajat yang tinggi perlu persoalan yang tinggi pula. Tidak adalagi kata “baper”.

Sebuah matriks dikatakan pantas mempunyai invers harus diuji dulu kok matriks itu punya determinan atau tidak, masak manusia enggak mau diuji? Kita sadar bahwa kita ini masih sangat lemah. Kita juga menyadari diri ini belum kuat untuk menerima persoalan yang begitu berat. Oleh karena itu mari kita berproses, tidak adalagi kata terlambat untuk berproses. Mulai sekarang juga, setidaknya kita sudah punya modal awal yaitu niat. Lihatlah kisah para nabi, mereka di uji dengan ujian super berat sehingga mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Tidak perlu menginginkan kedudukan para nabi, maqom mereka berbeda dengan kita. Ayo kita mulai berlatih hingga suatu saat kita akan merasa kok hidup kita datar-datar saja ya, tidak ada masalah yang berarti? Apa sekarang Allah tidak sayang lagi pada kita?

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DALAM PRAMUKA: MENGGUNAKAN METODE YANG RELEVAN

Pembelajaran berdiferensiasi adalah strategi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa, dan gerakan pramuka menawarkan berbagai ...