Ada sebuah kisah
zaman dahulu tentang seorang laki-laki yang tampan rupawan, badannya tinggi dan
penampilannya gagah. Dia setiap hari selalu menyempatkan diri untuk pergi ke danau
yang terletak di tengah hutan. Danau tersebut sangat indah, airnya sangat
jernih, disekitarnya dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun kehijau-hijauan khas
pegunungan. Kebiasaan laki-laki itu adalah melihat bayangannya sendiri dari
pantulan air danau tersebut. Suatu hari laki-laki itu meninggal, semua penduduk
hutan pun bersedih karena tidak bisa melihat laki-laki tampan nan rupawan itu
lagi. Namun diantara kesedihan penduduk hutan, kesedihan yang paling berat dirasakan
oleh danau. Ketika penduduk lain mencoba menghiburnya dengan berkata “kita tahu
kalau kamu (danau) memanglah wajar jika sangat sedih atas kepergian laki-laki
tersebut, jadi sabar ya”. “Lho, bukan begitu” jawab danau. Saya bersedih karena
tidak bisa lagi melihat indahnya pemandangan diriku (danau) yang terpantul di
bola mata dari laki-laki yang sering datang ke sini, aku malah tidak pernah tau
bentuk dan wajah dari laki-laki itu.”
Dari
kisah tersebut, dua sejoli (danau dan laki-laki) yang kelihatannya sangat mesrah,
belum tentu mereka saling mencintai satu diantara yang lain. Walaupun sering
sekali mereka betemu dan saling pandang, ternyata masing-masing dari mereka
hanya mengagumi diri mereka sendiri. Orang lain hanya dijadikan perantara (media)
agar bisa lebih mencintai diri sendiri. Kadang kita juga sama, mencintai sesuatu
namun hakekatnya kita hanya mencintai diri kita sendiri. Misalkan dalam konteks
mencintai pekerjaan, Ketika kita mencintai pekerjaan maka kita akan mencurahkan
segalanya untuk pekerjaan kita. Namun jika kita lanjutkan, setelah bekerja maka
kita akan mendapatkan keuntungan yang itu kembali ke diri kita sendiri. Mencintai
pekerjaan kita sama juga mencintai diri kita karena setelah bekerja kita akan
mendapat keuntungan untuk diri kita sendiri. Tapi pernahkah pekerjaan kita itu merasa
kalau kita mencintainya? Bagaimana caranya agar pekerjaan kita merasa dicintai?
Itu hanya contoh dalam konteks pekerjaan, silahkan bisa dicari contoh yang lain
khususnya dalam konteks mencintai seseorang.
Perkara
mencintai adalah perkara membuat objek yang kita cintai merasa dicintai. Kita lihat
kisah nabi Muhammad SAW yang mengajarkan konsep tersebut dalam interaksi-interaksinya
dengan orang disekitarnya. Amr bin ash Ketika masuk islam merasa bahwa dia
adalah sahabat yang paling dicintai rasullah SAW. Hal itu karena kemampuan public
speaking nya yang dikiranya akan sangat bermanfaat bagi dakwah islam kelak.
Hingga suatu saat amr bin ash memberanikan diri untuk bertanya “ya rasullah,
siapa orang yang paling kamu cintai?”. Rasullah pun tersenyum dan berkata “aisyah”.
Amr menjawab “maksudnya yang laki-laki ya rasullah”. Rasullah pun tersenyum kembali
dan menjawab abu bakar,” terus siapa lagi? “umar” terus siapa lagi ya rasullah “usman”
dan akhirnya amr pun berhenti bertanya dikarenakan takut kalau namanya akan
disebut paling akhir. Rasullah SAW menjadikan orang lain merasa dicintai dan
merasa bahwa dia adalah orang yang paling special dibandingkan yang lain. Meskipun
demikian rasullah tetap menunjukkan integritas dan kejujurannya Ketika ditanya
siapa yang paling kamu cintai. Begitulah kiranya mencintai adalah menjadikan objek
yang kita cintai merasa menjadi orang yang paling dicintai. Rasullah tidak mendapat
apa-apa dari cintanya sahabat, melainkan sahabatlah yang merasa mendapatkan sejuta
cinta dari rasullah SAW.
Allah
pun berfirman “dengan mengingat allah, hati menjadi tenang”. Allah tidak
mengharap apa-apa dari kita yang selalu mengingatnya. Tapi bagi kita yang mencintainya
dan selalu mengingatnya kita diberikan ketenangan hati yang sangat berharga
bagi kita. Dalam berinteraksi/bersosial mencintai adalah perkara menjadikan
orang yang dicintai merasa dicintai. Artinya, tujuan kita bukan pada diri
sendiri, bukan untuk mendapat kepuasan karena telah memiliki, tapi kebermanfaatan
apa yang telah kita beri. Mencintai disini dalam konteks yang luas tidak hanya
mencintai istri atau suami tapi mencintai saudara sesama muslim, alam dan seluruh
makhluk yang ada di bumi. Mungkin dalam matematika mencintai seperti pertidaksamaan.
Dimana dalam setiap pertidaksamaan pasti ada sisi yang lebih besar dari pada
sisi yang lain. Mencintai bukan seperti persamaan yang selalu menuntut
kesempurnaan (sama) antara satu sisi dengan sisi yang lain. Wallahua’alam..